mengapa diperlukan penegasan hierarki peraturan perundang- undangan pada sistem hukum di indonesia
Muhammad
Guys, ada yang tau jawabannya?
dapatkan mengapa diperlukan penegasan hierarki peraturan perundang- undangan pada sistem hukum di indonesia dari situs web ini.
Hierarki Peraturan Perundang
Dalam peraturan perundangan-undangan, dikenal adanya hierarki peraturan perundang-undangan. Selain itu, dikenal pula adanya prinsip-prinsip dalam hierarki.
Ilmu HukumJumat, 20 Mei 2022
Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Jumat, 20 Mei 2022Bacaan 6 Menit
Pertanyaan
Bagaimana hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia? Adakah prinsip-prinsip yang mengatur hierarki tersebut?
Intisari Jawaban
Tata urutan atau hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk pada Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 dan perubahannya yang terdiri atas:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Ulasan Lengkap
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat dari artikel dengan judul Hierarki Peraturan Perundang-undangan (2) yang dibuat oleh Ali Salmande, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 22 Maret 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Jumat, 4 Mei 2018, kedua kali pada Rabu, 18 Maret 2020, dan ketiga kali pada Rabu, 15 April 2020.Konsep Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Konsep hierarki peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasku. Kami akan menjelaskan teori keduanya sebagaimana dikutip oleh Nisrina Irbah Sati dalam Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia (hal. 837–838).
Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya terdapat dua golongan norma dalam hukum, yakni norma yang bersifat inferior dan norma yang bersifat superior. Terkait kedua norma tersebut, validitas dari norma yang lebih rendah dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di atasnya.
Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum berbentuk stupa (stufenformig) yang terdiri dari bagian-bagian tertentu (zwischenstufe). Adapun hierarki bagian tersebut adalah staatsfundamentalnorm (norma dasar), staatsgrundgesetz (norma yang sifatnya dasar dan luas, dapat tersebar dalam beberapa peraturan), formellgesetz (sifatnya konkret dan terperinci), verordnungsatzung (peraturan pelaksana), dan autonome satzung (peraturan otonom).
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga mengenal hierarki. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menerangkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri atas:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah;
Peraturan Presiden;
Peraturan Daerah Provinsi; dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[1]
Jenis dan hierarki peraturan perundang undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:[2]
Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”);
Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”);
Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”);
Mahkamah Agung;
Mahkamah Konstitusi (“MK”);
Badan Pemeriksa Keuangan;
Komisi Yudisial; Bank Indonesia; Menteri;
Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang (“UU”) atau pemerintah atas perintah UU;
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi dan DPRD kabupaten/kota; dan
Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[3]
Perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Perda Provinsi, atau Perda Kabupaten/Kota.[4]
Sebagai tambahan informasi, setiap peraturan perundang-undangan memiliki Bagian Menimbang (konsiderans) dan Bagian Mengingat yang masing-masing memiliki muatan tersendiri. Apakah itu? Anda dapat simak Arti ‘Menimbang’ dan ‘Mengingat’ dalam Peraturan Perundang-Undangan.
Prinsip-prinsip dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, terdapat empat prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu:
Lex superiori derogat legi inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
mengapa diperlukan penegasan hierarki peraturan perundang
Mengapa diperlukan penegasan hierarki peraturan perundang- undangan pada sistem hukum di Indonesia - 37117933
mengapa diperlukan penegasan hierarki peraturan perundang- undangan pada sistem hukum di Indonesia - Brainly.co.id
(PDF) KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENEGASAN HIEARAKI PERATURAN PERUNDANG
PDF | Rule lower against the rules of higher then lower regulation it can test the material (judicial review) to be canceled entirely or partially... | Find, read and cite all the research you need on ResearchGate
HomeAsiaGeoscienceIndonesia
ArticlePDF Available
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENEGASAN HIEARAKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF STUFEN THEORIE
June 2017JURNAL MERCATORIA 9(2):95
DOI:10.31289/mercatoria.v9i2.433
Authors:
Muhammad Yusrizal Adi Syaputra
Universitas Medan Area
Abstract
Rule lower against the rules of higher then lower regulation it can test the material (judicial review) to be canceled entirely or partially canceled. The assertion of hierarchy intended to prevent overlap between legislation that could give rise to legal uncertainty. Position regulations set by the People's Consultative Assembly (MPR) House of Representatives (DPR), the Regional Representatives Council (DPD), the Supreme Court (MA), the Constitutional Court (MK), the Supreme Audit Agency (BPK), Commission Judicial (KY) , Bank Indonesia (BI), the Minister, the Agency, Organization, or commissions, in the Indonesian legal system recognized by Act No. 12 of 2011 either were born because of higher regulatory mandate and within the scope and authority of the minister. Thus, no doubt that the regulations set by state institutions, have binding force that must be obeyed by the parties set forth therein. While the Regulations issued policy also recognized as an Freies Ermessen in the execution of its duties and functions. Discover the world's research20+ million members
135+ million publications
700k+ research projects
Join for free
Guys, ada yang tau jawabannya?