Muhammad
Guys, ada yang tau jawabannya?
dapatkan setangkai bunga 16 tien kumalasari kejora pagi dari situs web ini.
Kejora Pagi: SETANGKAI BUNGAKU 16
SETANGKAI BUNGAKU Â 16 (Tien Kumalasari) Â Pratiwi masih menatap Ratih dengan pandangan tak percaya. Beruntung jalanan sepi, sehingg...
Kejora Pagi
Kejora Pagi Friday, February 10, 2023
SETANGKAI BUNGAKU 16
SETANGKAI BUNGAKU 16(Tien Kumalasari) Pratiwi masih menatap Ratih dengan pandangan tak percaya. Beruntung jalanan sepi, sehingga ia tak harus menabrak apapun.“Serius?”“Kalau Mbak mau sih,”Tapi Pratiwi malah tertawa. Ia tak bertanya lebih lanjut. Barangkali Ratih lupa bahwa dirinya tak punya pendidikan tinggi, yang pasti susah bekerja kantoran. Jadi apa? Bisa sih, cleaning servis ? Sama saja susahnya, dan pendapatan pasti lebih kecil dari kalau dia berjualan. Pratiwi terus mengayuh sepedanya. Mereka sudah berjalan jauh, matahari mulai terasa menyengat. Sesekali Ratih mengelap keringatnya. Ini adalah pertama kalinya dia bersepeda dalam jarak yang agak jauh. Ketika ayahnya membelikan sepeda, dia sudah mengendarainya keliling komplek, tidak begitu jauh. Dan dia senang sekali. Tapi sekarang sudah kira-kira lima atau enam kilometer yang mereka lalui, dan sudah sampai di batas kota, dimana mulai terbentang persawahan yang tampak segar menghijau.Pratiwi yang melihat Ratih kelelahan kemudian meminta untuk berhenti.“Capek ya?” kata Roy sambil mendekati Ratih. Aneh, mengapa perhatiannya tertuju kepada Ratih?“Nggak, biasa saja,” katanya sambil menyandarkan sepedanya di bawah sebuah pohon, diikuti yang lainnya. Kemudian ia duduk di sebuah batu, ditepi parit kecil yang airnya gemericik tak henti-hentinya. Pastilah parit itu untuk mengairi sawah yang ada di sekitarnya.Ardian mengambil botol-botol minuman yang dibawanya, kemudian membagikan kepada semuanya.“Kamu tampak lelah,” kata Roy yang duduk di samping Ratih.“Tidak. Aku hanya berkeringat. Itu wajar kan setelah aku mengeluarkan tenaga untuk mengayuh sepeda sekian jauh?”“Ya sudah, syukurlah kalau tidak lelah.”“Tapi Ratih belum biasa lho, bersepeda sampai sekian jauhnya,” sambung Pratiwi.“Tapi aku senang. Besok kita harus mengulanginya lagi. Ini luar biasa. Kalau bisa, aku akan bersepeda setiap kuliah.”“Memangnya dekat, kampus kamu dari rumah?” tanya Pratiwi.“Nggak begitu dekat sih, paling tiga kilometer an.”“Itu jauh.”“Kalau tidak biasa, lebih baik jangan lakukan,” kata Roy lagi.“Bagaiman supaya menjadi biasa? Harus dijalani kan?”“Iya juga sih, tapi harus dari yang dekat-dekat dulu, jangan tiba-tiba jauh. Kita tadi bersepeda sudah terlalu jauh.”“Aku tahu di depan ada warung makan yang jualan pecel,” kata Ardian tiba-tiba.“Wah, aku suka pecel. Ayuk ke sana,” teriak Ratih dengan riang.“Istirahat dulu sebentar, baru jalan lagi,” kata Pratiwi yang melihat bahwa Ratih benar-benar kelelahan.“Aku sudah menghabiskan sebotol minuman, penatnya sudah hilang,” kata Ratih penuh semangat.“Nanti mampir ke rumah, biar dipijit ibu ya.”“Aduh, aku nggak betah sakit,” teriak Ratih, membuat Ardian dan Roy tertawa.“Memangnya dipijit itu sakit?” tanya Pratiwi.“Nggak sakit, pijit itu enak, tapi kalau pijitnya pelan-pelan. Yu Kasnah memijit enak, tidak keras, bikin ngantuk,” kata Roy.“Pernah ya?” tanya Ratih.“Beberapa kali. Yang suka pijit itu ibu Sasmi. Kalau ibu Ratna nggak suka. Seperti kamu, ibu Ratna suka bilang sakit,” kata Roy lagi.“Tuh kan. Sakit kan?”“Cobain dulu, awas kalau keterusan nanti,” canda Ardian.“Baiklah, nanti ke rumah Mbak Tiwi, minta dipijit sebentar ya.”“Ya, cobain ya,” kata Pratiwi sambil tersenyum.“Ayuk, sekarang kita ke warung pecel, perutku lapar,” kata Ratih sambil berdiri.“Siap jalan lagi?” tanya Roy.“Jauh kah?”“Itu, sudah kelihatan kok. Yang ada gapura warna merah putih itu, nah, sebelahnya,” kata Ardian.“Ayuk ke sana, sebelum ada musik di perutku,” kata Ratih sambil menaiki lagi sepedanya. Pratiwi tersenyum melihat semangat Ratih.***Di warung pecel itu mereka makan dengan nikmat. Sayuran yang belum pernah dimakannya, seperti kembang turi dan daun-daun yang hanya di dapat dipinggir sawah, dirasakannya sangat berbeda. Tanpa malu dia menambah lagi sepiring. Roy dan Ardian tertawa melihat Ratih dengan sigap melahap makanannya.“Apa di kota ada sayuran seperti ini Mbak?” tanyanya kepada Pratiwi.“Ada Tih. Kalau mau masuk ke pasar tradisional, pasti ada. Aku sering jual sayuran seperti itu, ini kembang turi, ini daun cenil, ini kemangi.”“Wah, lain kali aku mau belanja di warung sayur Mbak Tiwi,” kata Ratih yang lama-lama merasa kepedasan, lalu meneguk minuman jeruk hangat yang disajikan.“Kepedasan ya?” tanya Pratiwi sambil tertawa.“Sedikit, tapi enak. Tapi benar ya, besok setelah kuliah, sisain sayuran seperti ini, aku ambil biar ibu membuat pecel setelahnya.”“Iya, siap. Besok pasti aku sediakan sayuran itu.”“Tapi ngomong-ngomong, aku jadi teringat yang tadi,” kata Ratih.“Yang tadi tuh apa?”“Soal tawaran bekerja kantoran.”“Kamu bercanda?”“Aku serius.”“Kamu tahu bahwa aku tidak bersekolah tinggi?”“Tahu sih Mbak, kan Mbak pernah cerita, mbak Aira almarhumah juga sudah mengatakannya.”“Lalu mengapa bicara tentang bekerja di kantoran?”“Kalau Mbak mau, pasti bisa.”“Jadi apa, kalau lulusan SMA seperti aku?”“Nanti ada. Dia butuh tenaga administrasi. Mbak bisa komputer?”“Bisa, sedikit-sedikit.”“Nanti pasti ada yang membantu. Yang penting Mbak bisa dan mau menjalaninya. Gajinya lumayan besar.”
sumber : tienkumalasari22.blogspot.com
Apakah Anda ingin melihat jawaban atau lebih?
Guys, ada yang tau jawabannya?