jika Anda ingin menghapus artikel dari situs, hubungi kami dari atas.

    sistem cultuurstelsel mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah belanda. peraturan cultuurstelsel diterapkan tahun 1828 oleh gubernur jenderal hindia belanda ...

    Muhammad

    Guys, ada yang tau jawabannya?

    dapatkan sistem cultuurstelsel mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah belanda. peraturan cultuurstelsel diterapkan tahun 1828 oleh gubernur jenderal hindia belanda ... dari situs web ini.

    Cultuurstelsel

    Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

    Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.

    "Cultuurstelsel" â€“ berita Â· surat kabar Â· buku Â· cendekiawan Â· JSTOR

    Graaf Johannes van den Bosch, pelopor kebijakan .

    (secara harfiah berarti Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi, dan kakao. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.

    Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.

    Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada target penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditas tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.

    Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.

    kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.

    Aturan[sunting | sunting sumber]

    Berikut adalah isi dari aturan tanam paksa:

    Tuntutan kepada setiap rakyat Pribumi agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.

    Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.

    Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.

    Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan

    Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat

    Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung pemerintah Belanda

    Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa

    Kritik[sunting | sunting sumber]

    Wolter Robert baron van Hoëvell, pejuang Politik Etis

    Menurut sebuah catatan seorang Eropa yang jadi inspektur Tanam Paksa, yaitu L. Vitalis menyebut laporan dari awal 1835, di Priangan. Mayat para petani bergelimpangan karena keletihan dan kelaparan, di sepanjang Tasikmalaya dan Garut. Manakala mereka dibiarkan saja, tak dikubur, itu karena alasan Bupati yang seolah tak peduli: "Di waktu malam harimau akan menyeret mereka."[1] Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an di Grobogan, Demak, Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker), di lapangan jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul gagasan politik etis.

    Kritik kaum liberal[sunting | sunting sumber]

    Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan telah berhasil pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria, . Namun, tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.

    Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.

    sumber : id.wikipedia.org

    Sistem Tanam Paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman

    Sistem Tanam Paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah dan hasilnya diserahkan - 36…

    !function(a,b,c,d,e){a.ddCaptchaOptions=e||null;var m=b.createElement(c),n=b.getElementsByTagName(c)[0];m.async=0,m.src=d,n.parentNode.insertBefore(m,n)}(window,document,"script","https://js.captcha-display.com/xhr_tag.js", {ajaxListenerPath: ["brainly.co.id/api", "brainly.co.id/graphql", "api-textbook-solutions.brainly.com", "question-matching-textbook-solutions.brainly.com"], withCredentials: true, sessionByHeader: true, overrideAbortFetch: true, allowHtmlContentTypeOnCaptcha: true });

    Sistem Tanam Paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman - Brainly.co.id

    sumber : brainly.co.id

    Cultuurstelsel, Sistem Tanam Paksa yang Sengsarakan Rakyat Pribumi Halaman all

    Hukum tertulis menyebut rakyat mengalokasikan lahannya secara sukarela. Namun dalam praktiknya, rakyat dipaksa. Halaman all

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Kompas.com Skola

    Cultuurstelsel, Sistem Tanam Paksa yang Sengsarakan Rakyat Pribumi

    Kompas.com - 06/01/2020, 08:00 WIB

    2

    Lihat Foto

    Rakyat di Jawa menyortir daun tembakau pada masa kolonial Hindia Belanda.(Tropenmuseum)

    Cari soal sekolah lainnya

    Penulis Nibras Nada Nailufar | Editor Nibras Nada Nailufar

    KOMPAS.com - Sistem tanam paksa atau cultuurstelsel menjadi bagian pilu dari sejarah penjajahan Indonesia.

    Dilansir dari Encyclopaedia Britannica (2015), cultuurstelsel atau sistem tanam paksa adalah kebijakan Pemerintah Hindia Belanda memaksa para petani pribumi menyisihkan sebagian lahannya untuk ditanami komoditas ekspor atau bekerja suka rela menggarap tanah pemerintah.

    Lihat Foto

    Potret Gubernur Jendral Hindia Belanda Johannes Graaf van den Bosch (1780-1844) dilukis oleh Raden Saleh pada 1811 ?1880.(Rijksmuseum)

    Sistem tanam paksa dibuat oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada 1830. Van den Bosch mewajibkan para petani menyediakan seperlima atau 20 persen lahannya untuk ditanami komoditas yang sangat laku di pasar Eropa.

    Komoditas yang dimaksud di antaranya gula, kopi, serta nila atau tarum. Tanaman ini ditanam di samping padi yang digarap petani.

    Baca juga: Sejarah Tempe, Makanan Kaya Protein yang Lahir dari Era Tanam Paksa

    Yang tak punya di sawah, diminta bekerja menggarap lahan milik Pemerintah Hindia Belanda. Lama masa kerja mencapai seperlima tahun atau 66 hari.

    Tanah yang dialokasikan untuk komoditas ekspor, tidak dikenakan pajak. Petani baru mendapat keuntungan jika hasil tanaman nilainya lebih dari nilai pajak yang dibebaskan.

    Namun jika gagal panen, maka petani harus mengganti rugi. Risiko gagal panen hanya ditanggung pemerintah jika disebabkan hal-hal di luar kelalaian petaninya.

    Menyengsarakan rakyat

    Sistem tanam paksa tak berjalan sesuai niat awalnya. Rakyat disengsarakan dengan sistem ini.

    Baca juga: Budi Utomo, Sejarah Berdirinya dan Peranannya

    Hukum tertulis menyebut rakyat mengalokasikan lahannya secara sukarela. Namun dalam praktiknya, rakyat dipaksa.

    Ketentuan seperlima lahan atau 66 hari kerja, nyatanya diminta lebih oleh Pemerintah Hindia Belanda.

    Rakyat juga dibuat kesulitan dengan tanggung jawab mengirim hasil komoditas tanam paksa. Kala itu, belum ada sarana transportasi logistik.

    Jika gagal panen, rakyat tetap yang harus menanggung. Mereka yang sudah kena kewajiban tanam paksa, masih harus membayar pajak.

    Baca juga: Kisah Sukses Belanda Jadi Eksportir Makanan Terbesar Kedua di Dunia

    Dikutip dari Tanah dan Tenaga Kerja (1992), sistem tanam paksa menyimpang dari yang dijanjikan Gubernur Jendral van den Bosch.

    Penyimpangan itu muncul dalam bentuk cultuurprocenten. Cultuurprocenten adalah pemberian untung kepada petugas apabila hasil yang dicapai melebihi target produksi yang telah ditentukan pada setiap desa.

    Petugas yang ditunjuk pemerintah Belanda yakni penguasa pribumi dan bupati atau kepala daerah.

    Pemberian premi yang dimaksudkan agar para petugas itu bekerja dengan baik, ternyata disalahgunakan. Tenaga petani diperas demi mengejar premi sebanyak-banyaknya.

    Baca juga: Sejarah Cokelat Bisa Ditemui di Indonesia

    Multatuli

    Derita yang dirasakan rakyat pribumi akibat cultuurstelsel, ditentang banyak orang dari Belanda sendiri. Di pertengahan 1850-an, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda kebanjiran kritik.

    Salah satu kritik paling keras datang dari penulis Eduard Douwes Dekker. Douwes Dekker mengkritiknya lewat roman tentang sistem tanam paksa di Lebak, Banten.

    Agar selamat dari persekusi Belanda, Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli. Karyanya itu diterbitkan pada 1860 dengan judul Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij (Max Havelaar, atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda).

    Kritik dari Douwes Dekker dan warga Belanda lainnya baru didengar Pemerintah Hindia Belanda pada 1870.

    Cultuurstelsel atau tanam paksa dihentikan setelah dikritik keras. Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU Agraria pada 1870 dan UU Gula pada 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.

    Baca juga: Meratapi Rumah Multatuli

    Sistem tanam paksa telah memajukan perekonomian dan perdagangan Belanda. Selama tanam paksa diberlakukan antara 1830-1877, rakyat pribumi telah memperkaya Belanda hingga 823 juta gulden atau setara dengan Rp 6,8 triliun berdasarkan kurs Desember 2019.

    Sebagai ganjaran, Gubernur Jenderal van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh Raja Belanda pada 25 Desember 1839.

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    2 Tag petani pribumi penjajahan Belanda

    ekspor komoditas pertanian

    sistem tanam paksa

    sumber : www.kompas.com

    Apakah Anda ingin melihat jawaban atau lebih?
    Muhammad 24 day ago
    4

    Guys, ada yang tau jawabannya?

    Klik untuk menjawab